Mengapa Kami Hadir?
Realitas keberagaman agama dan budaya di Indonesia bukan hanya menjadi kekuatan, tetapi juga tantangan dalam bagaimana bangsa ini dibayangkan dan diwujudkan secara kolektif. Selama dua dekade terakhir, Indonesia menyaksikan berbagai bentuk kekerasan—baik fisik maupun simbolik—yang dipicu atau dipengaruhi oleh eksploitasi sentimen keagamaan dan kultural.
Salah satu akar dari kerentanan tersebut adalah kurangnya pengetahuan dan pengakuan terhadap “yang lain,” yang kemudian melahirkan stereotip, prasangka, serta normalisasi dominasi kelompok tertentu.
Sayangnya, pembelajaran agama di sekolah masih bersifat konfesional dan mono-religius, sehingga kurang mendukung terwujudnya sikap keberagamaan yang inklusif. Hal serupa juga terjadi pada pembelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan yang belum sepenuhnya mampu mendorong kolaborasi lintas budaya.
Dengan menyadari peran penting perguruan tinggi dalam membangun masyarakat yang harmonis, multireligius, dan multikultural, serta sejalan dengan visi Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) sebagai lembaga pendiri, Centre for Interfaith and Multicultural Studies (CIMS) didirikan sebagai ruang belajar, riset, dan kolaborasi lintas iman dan budaya.

